“Menyikapi perkembangan yang ada, berkaitan dengan masalah pengelolaan cagar budaya itu harus simultan. Tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah, pemilik maupun penguasa saja,” katanya.
Menurut pria dari LPPM UNS ini, dalam mencari solusi penyelesaian penanganan ODCB dan BCB di Sukoharjo, Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif harus bisa duduk bersama.
“Kalau kita melihat yang namanya UU Cagar Budaya No.11 Tahun 2010, itu berjenjang 12 tahun baru ada turunannya yang namanya PP (Peraturan Pemerintah). Ada kekosongan hukum yang sangat panjang sekali,” paparnya.
Oleh karenanya, untuk mensikapi persoalan perusakan ODCB yang sudah terjadi, Tundjung berpendapat, harus ada keputusan bijak dari semua pihak.
“Termasuk kalau kasus (perusakan) ini kalau diteruskan nanti hasilnya seperti apa. Itu wewenangnya ada di Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jateng, selaku pemilik otoritas yang dibentuk oleh negara,” sebutnya.
Dalam pelestarian ODCB dan BCB, Tundjung menjelaskan, bukan pada tanggung jawab Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) yang hanya berhenti pada tahap identifikasi dan klasifikasi. Sangat terbatas kewenangannya.
Kondisi Sriwedari Makin Merana, Foksri Desak Pemkot Surakarta Buktikan Janji Revitalisasi