Trend Hoaks Tentang Pemilu Naik, Kominfo Catat Ada 204 Isu

Isu hoaks terkait pemilu mengalami penurunan di tahun-tahun selanjutnya dan menjelang tahun 2024 sampai sekarang kembali naik

22 Januari 2024, 21:59 WIB

JAKARTA (Keadilan.net) – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat ada 204 hoaks atau berita palsu terkait Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 selama periode Januari 2023 hingga Januari 2024, setelah sempat menurun pada tahun sebelumnya.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi mengatakan, persebaran isu hoaks terkait pemilu mengalami penurunan di tahun-tahun selanjutnya dan menjelang tahun 2024 sampai sekarang kembali naik.

“Trend persebaran isu hoaks terkait pemilu kembali naik menjadi 204 isu hoaks sepanjang Januari 2023 sampai Januari 2004,” kata Menkominfo dalam Forum Sosialisasi Pemilu Damai 2024: Demi Indonesia Cerdas Memilih #Palembang di Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, Senin (22/1/2024), seperti dilansir dari Info Publik.

Bawaslu RI Luncurkan Mobil Pojok Pengawasan Pemilu, Ini Tujuannya

Budi Arie mengatakan, pada pemilu periode sebelumnya, Kementerian Kominfo mencatat persebaran isu hoaks terkait pemilu mencapai angka 714 hoaks di tahun 2018 sampai dengan tahun 2019.

Dengan demikian, angka penyebaran hoaks terkait Pemilu 2024 mencatat penurunan signifikan. “Walaupun ada penurunan tapi tetap hoaks itu ada, penurunannya cukup signifikan hampir cuma seperempatnya,” katanya.

Menurut Menkominfo, hoaks merupakan salah satu dari empat bentuk kekacauan informasi (information disorder), selain fitnah, ujar kebencian dan merendahkan martabat orang lain.

Makin Canggih, Polri Uji Coba Rompi Anti Sayat

Kekacauan informasi, baik misinformasi disinformasi maupun malinformasi, dinilai kian marak dan tidak lagi bisa dihindari di era digital saat ini karena proses produksinya berjalan begitu cepat, mulai dari penciptaan narasi pembuatan produk media dan distribusi informasi.

Proses tersebut dimungkinkan karena didorong oleh tiga elemen utama, yakni agennya atau aktor yang secara aktif terlibat, pesan yang dapat dikomunikasi secara langsung melalui proses maupun dalam format audit audio visual, dan penerjemah atau audience yang menginterpretasi informasi berdasarkan latar belakang sosial politik dan kultural masing-masing.

“Persebaran kekacauan informasi perlu semakin di waspadai karena berdasarkan riset 62% dari pengguna internet pernah melihat kekacauan informasi di ruang digital,” ungkapnya.

Launching Ambulan ke-3, Team Suket Teki Gelar Baksos dan Donor Darah Bareng PSHT Jebres

Berita Lainnya

Berita Terkini