SUKOHARJO (Keadilan.net) – Surat terbuka ditujukan kepada Bupati Sukoharjo Etik Suryani, dikirim seorang warga Makamhaji yang mengaku kesulitan membeli seragam sekolah untuk anaknya yang tahun ajaran baru ini masuk sekolah SMP Negeri.
Aturan membeli seragam sekolah terdiri dari seragam nasional, seragam Pramuka, dan seragam batik, membuatnya pontang-panting mencari beberapa toko untuk membeli seragam sekolah, khususnya batik yang akan dipakai anaknya.
Adalah Achmad Bachrudin Bakri, warga Gantungan RT 05/ RW 04, Desa Makamhaji, Kecamatan Kartasura, yang mengaku telah berkirim surat terbuka kepada bupati dengan tembusan Dinas Pendidikan, serta awak media.
Edukasi Tertib Lalu Lintas, Satlantas Polres Sukoharjo Gelar Binluh di Sekolah
Ia berharap Bupati dapat memberi perhatian dan membuat kebijakan yang tidak menyusahkan masyarakat, atau orang tua siswa yang akan menyekolahkan anaknya.
“Tahun ini anak saya diterima masuk sebagai siswa baru di SMP Negeri 2 Kartasura. Dari pihak sekolah menyarankan dalam hal seragam, orang tua siswa dipersilahkan membeli sendiri di luar sekolah,” kata Achmad, Jum’at (19/7/2024).
Hanya saja setelah saran dari pihak sekolah itu dilaksanakan, Achmad mengaku kesulitan untuk mendapatkan toko yang menjual seragam batik dengan desain seperti yang sudah ditentukan oleh pihak sekolah atau Dinas Pendidikan tersebut.
Datangi Sekolah, Polres Jepara Sosialisasi Larangan Knalpot Brong Kepada Pelajar
“Seragam batik yang akan dipakai siswa itu informasinya desainnya sama semua se-Kabupaten Sukoharjo. Saat saya akan membeli beberapa toko seragam tidak ada yang menjual. Bahkan ada informasi dari toko tersebut seragam batik untuk tahun ini belum keluar,” ungkapnya.
Disisi lain, ada salah satu toko di dekat sekolah yang menjual batik seragam dimaksud tetapi pembeliannya harus satu paket dengan seragam lainnya (biru putih, pramuka, batik 2 stel), itupun masih berupa kain dengan harga satu paket Rp 1.300.000,-.
“Permasalahan harus membeli seragam batik satu paket dengan harga Rp 1.300.000, itu membuat kami orang tua siswa kesulitan untuk mendapatkan atau membeli kain seragam batik sekolah, sedangkan di toko lain tidak ada,” ungkapnya.
Seorang Guru Ngaji di Semarang Cabuli 17 Anak di Bawah Umur, Ternyata Tidak Pernah Sekolah Agama