JAKARTA (Keadilan.net) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) telah menerapkan modifikasi cuaca berupa hujan buatan hingga uji emisi untuk mengatasi polusi udara, salah satunya yang terjadi di Ibukota Jakarta.
“Terhadap situasi (polusi) seperti ini, kami lakukan hujan buatan di lokal sehingga udaranya jadi dibersihkan. Kami sudah minta hari ini atau besok itu sudah dilakukan, harus ada hujan buatan, agar sedikit membersihkan,” ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar, Senin (21/8/2023).
Dilansir dari TBNews, Siti memastikan bahwa pihaknya akan terus mengevaluasi hasil dari modifikasi cuaca berupa hujan buatan tersebut yang akan terus dipantau secara berkelanjutan.
Jalan Sehat Bareng Warga di Semarang, Ganjar Sekaligus Pamit Pensiun
“Nanti kita lihat lagi 28 Agustus, lalu 2 atau 4 September,” ujar Siti sekaligus juga menyampaikan bahwa di KLHK kini telah disediakan tempat khusus untuk masyarakat yang ingin melakukan uji emisi kendaraan secara gratis.
“Tetapi ini baru tahap uji coba, belum penerapan hasil (kendaraan yang tidak lolos uji emisi tidak boleh masuk ke kawasan KLHK). Kemarin kawan-kawan di KLHK sudah kita minta, semua akan diperiksa secara bertahap,” jelas Menteri Siti Nurbaya.
Menteri Siti Nurbaya mengungkapkan, penanganan polusi udara di Jakarta melalui hujan buatan mengalami sedikit kesulitan karena letaknya berbentuk kipas aluvial atau jenis tanah yang terbentuk dari hasil endapan, sehingga membuat bentuk wilayahnya menjadi cekung.
Amankan Pawai Pembangunan, Polres Sukoharjo Kerahkan 165 Personel
“Jakarta itu kan bentuknya agak menyempit ke bawah dan lebar ke laut ya, secara geomorfologi itu namanya kipas aluvial, di pinggir-pinggirnya kan menyempit, jadi bentuknya seperti kipas, bergelombang, ada yang ke atas dan ke bawah,” paparnya.
Di daerah seperti ini, lanjutnya, secara teori ketika ada polusi dari bawah datang ke atas, itu bergeraknya tidak mudah karena terhambat oleh tekanan angin dan lain-lain dari perbukitannya.
“Kadang-kadang karena hambatan itu, hujannya jadi tidak sampai jatuh di Jakarta, keburu jatuh di laut. Apalagi Jakarta ini kan banyak gedung tingginya, yang menyebabkan beberapa daerah yang rendah itu sirkulasi udaranya jadi terganggu, sehingga udaranya susah untuk dibersihkan atau sulit untuk bergerak rapi,” pungkasnya.***