JAKARTA (Keadilan.net) – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja menyatakan tidak mempermasalahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) cawe-cawe atau ikut serta dalam pemilu yang dilakukan atas nama pribadi, tidak melibatkan jabatan sebagai presiden.
“Enggak terlalu masalah cawe-cawe. Menurut, kami enggak terlalu masalah,” ujar Bagja, melalui keterangan tertulisnya, Rabu (21/6/2023).
Dikutip dari Info Publik, menurut Bagja, cawe-cawe itu merupakan hal yang lumrah dilakukan oleh seorang pemimpin dalam memastikan program kerja dan visi serta misinya dilanjutkan oleh pemimpin berikutnya.
MK Putuskan Pemilu Proporsional Terbuka, Pengamat: Drama Akhir Penantian Caleg
“Kalau buat cawe-cawe, saya kira semua itu akan (cawe-cawe) kalau punya preferensi siapa yang akan melanjutkan program kerjanya,” kata Bagja.
Meskipun begitu, Bagja mengingatkan jika tahapan Pemilu 2024 telah memasuki masa kampanye, presiden diperbolehkan mengikuti kampanye selama memenuhi ketentuan dalam Pasal 281 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
Pasal 281 UU Pemilu mengatur bahwa kampanye pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota harus memenuhi ketentuan, yakni tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara.
Mahasiswa Wajib Paham Pemilu, Sekolah Pascasarjana UMS Gelar Interdisciplinary Sharing
Presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota juga harus menjalani cuti di luar tanggungan negara.
Pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan pada 19 Oktober 2023 sampai dengan 25 November 2023.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.