MK Putuskan Pemilu Proporsional Terbuka, Pengamat: Drama Akhir Penantian Caleg

MK akhirnya memutuskan tetap menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka yang diterapkan untuk pileg sebagaimana diatur UU Pemilu

16 Juni 2023, 15:34 WIB

JAKARTA (Keadilan.net) – Setelah beberapa waktu emosi publik tercurah pada perdebatan tentang sistem Pemilu legislatif 2024, kini usai sidang pembacaan putusan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), spekulasi dan keraguan itu telah mereda.

MK akhirnya membacakan putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 pada, Kamis (15/6/2023), tetap menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka yang diterapkan untuk pileg sebagaimana diatur UU Pemilu.

Dari putusan itu maka terjawab sudah bahwa permohonan judicial review atau hak uji materi yang dimohonkan oleh 6 warga negara Indonesia pada, 14 November 2022 ini, dua di antaranya adalah kader PDI-P dan Nasdem, tak terkabul.

Jelang Pemilu 2024, Kemenkumham Perkuat Pengamanan Lapas

Menanggapi, pengamat sosial dan politik (sospol) dari CNI, Heru Cipto Nugroho atau Heru CN mengatakan, partai politik perlu menyiapkan kader yang berkualitas jangan hanya mengandalkan popularitas semata.

“Saya mendukung putusan MK itu dengan catatan, bahwa para calon anggota legislatif (caleg) harus betul-betul bisa bekerja dan dipercaya memiliki kualitas. Sebab selama ini sistem proporsional terbuka identik dengan politik uang. Ini yang harus diperangi,” kata Heru CN pada, Jum’at (16/6/2023).

Menurutnya, sistem proporsional terbuka tidak dipungkiri memungkinkan partai politik untuk lebih mudah mendapatkan kursi di parlemen dikarenakan pengaruh popularitas caleg. Namun disisi lain juga membuka celah politik uang.

Begini Penilaian Pengamat Sospol Soal Presiden Cawe-Cawe Pemilu 2024

“Yang perlu digarisbawahi dari pro-kontra sistem terbuka atau tertutup itu, bahwa pada dasarnya sistem pemilu itu berorientasi pada partai politik. Mereka (parpol-Red) adalah pesertanya, mereka juga yang bisa mencalonkan kader maju menjadi caleg,” papar Heru CN.

Pilihan proporsional terbuka yang banyak disuarakan merupakan jawaban atas ketidakpuasan masyarakat yang selama ini menilai proporsional tertutup merupakan bentuk egoisme parpol, yaitu mengabaikan peran rakyat dalam memilih wakilnya.

“Pengalaman pemilu proporsional tertutup sebelumnya bisa menjadi contoh dimana proses pencalonan sangat elitis, tertutup, dan jauh dari jangkauan anggota ataupun publik. Caleg nomor 1 kebanyakan adalah mereka yang memiliki kedekatan dengan elite parpol, dan belum tentu berkualitas,” sebut Heru CN.

Heboh Bocoran Putusan MK Terkait Sistem Pemilu 2024, Mahfud MD: Belum Ada Keputusan Resmi

Ia juga menyatakan, bahwa apa yang telah diputuskan oleh MK juga berlaku apabila ada gugatan hasil Pileg, Pilkada maupun Pilpres.

“Putusan ini juga menjadi bukti bahwa MK bekerja secara profesional, transparan, mendengar aspirasi rakyat terbanyak. Tidak takut tekanan dan jauh dari intervensi maupun iming jabatan serta uang. Keputusan MK ini juga bisa jadi contoh bagi lembaga peradilan lainnya,” pungkas Heru CN. (Nugroho)

Berita Lainnya

Berita Terkini