KARANGANYAR (Keadilan.net) – Jauh sebelum kemerdekaan, Indonesia atau Nusantara dahulu dikuasai oleh beberapa kerajaan, baik kerajaan bercorak hindu, budha, maupun islam.
Banyaknya kerajaan ini membuat Indonesia memiliki banyak sekali peninggalan sejarah, entah itu stupa, patung, kitab dan sebagainya. Salah satu kerajaan terbesar di Nusantara adalah Majapahit.
Di akhir kejayaan Majapahit, terdapat salah satu peninggalan yang masih tersisa di Kabupaten Karanganyar, salah satunya adalah Candi Cetho.
Melansir dari Wikipedia dan informasi dari warga sekitar, Candi Cetho ini diperkirakan berdiri pada abad ke-15 Masehi. Candi Cetho masih terbilang aktif, dimana masyarakat beragama hindu masih menggunakan tempat ini untuk peribadatan.
Pertama kali ditemukan, Candi Cetho masih dalam bentuk reruntuhan batu yang memiliki 14 teras/punden berundak. Laporan ilmiah pertama mengenai penemuan candi ini dibuat oleh Van e Vlies pada tahun 1842.
Hingga pada tahun 1928, Dinas Purbakala Hindia Belanda (Commisie vor Oudheiddienst) melaukan ekskavasi (penggalian) guna melakukan rekonstruksi serta penemuan objek lain yang terpendam.
Perbaikan Sistem Pencegahan Korupsi, KPK Sebar 2,5 Juta Kuisioner SPI 2022
9 teras Candi Cetho telah dilakukan pemugaran diantaranya penambahan gapura depan serta pendopo tempat pertemuan. Tak hanya itu, pada tahun 2003 – hingga 2008 silam, Bupati Karanganyar, Rina Iriani menempatkan arca Saraswati yang merupakan sumbangan dari Kabupaten Gianyar, Bali.
Menurut isu yang beredar di masyarakat sekitar, pemindahan arca Saraswati dari Gianyar ke kompleks Candi Cetho membutuhkan waktu yang sangat lama serta membutuhkan orang yang sangat banyak.
Sempat beredar kabar, bahwa arca Saraswati ini menangis selama proses pemindahan sebab tak ingin ditempatkan di Candi Cetho.
Meskipun begitu, kini Candi Cetho menjadi salah satu bagian dari pesona Indonesia yang mendapat julukan candi di atas awan karena berdiri di lereng Gunung Lawu tepatnya di Desa Gumeng, Jenawi, Karanganyar dan terletak pada ketinggian 1496 mdpl.
Kini Candi Cetho berada di bawah naungan Balai Peletarian Cagar Budaya, Jawa Tengah demi menjaga kelestarian situs ini.***