JAKARTA (mbzkeadilan) – Polisi tengah mengusut sekolah dan pesantren yang diduga terafiliasi dengan kelompok Khilafatul Muslimin, pasca penangkapan Abdul Qadir Hasan Baraja selaku pimpinan tertinggi di kelompok itu.
Polisi yang menggeledah kantor pusat Khilafatul Muslimin di Lampung, juga menangkap AS yang diduga sebagai menteri pendidikan. Hasilnya disampaikan ada 30 sekolah diduga terafiliasi kelompok Khilafatul Muslimin.
Dilansir dari Tribratanews, Jum’at (17/6/2022, menurut Polda Metro Jaya, 30 sekolah diduga terafiliasi Khilafatul Muslimin itu berbentuk pesantren dan dipastikan tidak memiliki izin beroperasi.
Ponpes Al Mukmin Ngruki Sukoharjo Pastikan Tak Ada Hubungan dengan Pimpinan Khilafatul Muslimin
Terpisah, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kementerian Agama (Kemenag) Waryono menegaskan, pesantren dimaksud sama sekali tidak terdaftar di Kemenag.
“Pesantren Khilafatul Muslimin tidak terdaftar di Kemenag dan tidak memiliki Nomor Statistik Pesantren atau Lembaga Keagamaan Islam,” demikian dikatakan Waryono, Rabu (15/6/2022) kemarin.
Waryono menyampaikan, berdasarkan hasil pengawasan Kanwil Kemenag Lampung, Khilafatul Muslimin merupakan ormas bukan satuan pendidikan. Sehingga, dipastikan pesantren tersebut tidak memiliki izin dalam mengelola satuan pendidikan.
5 Anggota Khilafatul Muslimin Ditetapkan Polisi jadi Tersangka, 3 dari Jawa Tengah
“Pesantren yang terdaftar di Kemenag telah melewati serangkaian verifikasi yang ketat, mulai dari Kemenag kabupaten/kota, Kanwil provinsi hingga pusat. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Agama No. 30 tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren,” katanya.
Selain itu, dikatakan Waryono, pesantren juga harus memenuhi Arkanul Ma’had dan Ruuhul Ma’had sebagaimana diatur dalam PMA 30 tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren.
Dia mengatakan Kemenag pusat, Kanwil provinsi dan kabupaten/kota terus bersinergi dalam melakukan pemantauan dan pengawasan pesantren yang terdaftar di Kemenag. Kemenag juga bersinergi dengan forum-forum pesantren, aparat pemerintah, dan masyarakat di seluruh daerah.
Karena tidak terdaftar, Waryono menilai penyebutan sekolah terafiliasi Khilafatul Muslimin dengan istilah pesantren menjadi tidak tepat.
“Kalau pun Khilafatul Muslimin menyebut dirinya sebagai pesantren maka itu hanya berlaku bagi internal warga ormas Khilafatul Muslimin saja,” tandasnya.***